Tentang Senyum Prof. J


Oleh: Fitri A.B.

            Ini cerita tentang salah satu dosenku di Pascasarjana. Sengaja hanya menyebut inisialnya saja, meski sebenarnya tidak ada niat untuk menceritakan keburukan beliau. Beliau sosok yang beda sekali dengan dosen lainnya, sejauh mataku memandangnya.

            Pertama kali mengenalnya saat belajar mata kuliah Metodologi Penelitian. Ya iyalah, beliau memang dosen yang mengasuh mata kuliah itu di kelas kami ^_^. Wajah beliau yang kalem dan agak dingin, usianya yang tidak jauh beda dengan Ayahku, ditambah postur tubuhnya yang tinggi dan sikapnya yang agak jaim benar-benar membuatku “takut” saat pertama kali melihatnya. Ah ya, orang bilang semacam dosen killer gitulah, hehe. That’s my first impression.

            Selama proses belajar berlangsung aku tak peduli dengan sikap beliau yang agak dingin and susah senyum itu. Buatku penjelasannya yang super jelas and mantap itu lebih penting dari sikap beliau yang dingin itu.

Selama aku kuliah, tak pernah ada dosen metopel yang mengajariku seterang ini. Semua jelas. Super jelas. Yang selama ini menimbulkan tanya besar di benakku, terjawab sudah oleh beliau. Ilmu beliau sudah di luar kepala semua.

            Aih, tapi sikap beliau yang agak dingin dan jaim, kadang mengusik aku dan teman-temanku juga. Pernah, suatu kali beliau mengeluarkan statement yang lucu. Tapi…, jauh dari sangkaan. Yang tertawa hanya kami, mahasiswanya saja. Dan beliau tetap dengan sikapnya yang jaim dan dingin itu. Sungguh, itu membuat kami bertanya-tanya.

            Cerita punya cerita, ternyata beliau itu pun termasuk dosen yang paling objektif menilai mahasiswanya. Semua tugas yang ia bebankan pada kami dan kami kumpulkan kembali padanya, semua beliau periksa dengan teliti. Makalah yang kami kerjakan, salah satu referensinya harus buku berbahasa Inggris. Pokoknya, beliau itu orangnya perfeksionis. Ini juga yang membuat kami deg-degan setiap kali beliau menilai tugas kami.

            Sampai akhirnya, saat yang tak terduga itu tiba. Beliau masuk ke kelas kami, seperti biasa. Sebelum kami benar-benar belajar, beliau permisi keluar sebentar untuk suatu keperluan. Aku pun mengambil kesempatan itu untuk keluar demi satu keperluan. Rupanya, tujuan langkah kami sama, keluar gedung kuliah. Aku yang udah bersusah payah untuk menyembunyikan langkahku ketahuan juga olehnya. Ketahuan deh…, hehe.

            Itu membuatku terkejut.  Beliau menoleh ke belakang dan …, you know what? He smiled at me. That’s unforgettablemoments ^_^. Itu momen yang sudah lama kutunggu. Begitu pun teman-temanku. Tidak hanya senyum, beliau pun menanyakan tujuanku keluar kelas dengan ramah. Ya, tentu saja, kujawab dengan ramah pula dan to the point. Soalnya, masih ga percaya dengan yang baru terjadi.

            “Ini mimpi atau bukan ya?” begitu tanyaku dalam hati.

            Urusanku sudah selesai. Beliau masuk ke kelas lebih dulu dariku. Sesekali aku menatap beliau (masih gak percaya dengan yang baru kualami). Ah ya, ada kejutan lagi untukku hari itu. Sungguh, tak kusangka sama sekali. Diantara teman-temanku hanya aku yang tugasnya benar dan diterima. Teman-temanku, mau tidak mau harus mengulang tugas mereka.

            “Alhamdulillah, benar-benar ga sia-sia usahaku semalaman suntuk alias begadang ….” Gumamku dalam hati.

            Ini bukan untuk menganggap diriku hebat atau menganggap teman-temanku tak ada apa-apanya. Hanya ingin bercerita satu pengalaman yang mudah-mudahan bermakna untuk yang membacanya.

            Ya, pengalamanku itu telah merubah semua paradigma awalku tentang beliau. Beliau bukan orang yang dingin dan jaim. Kurasa aku-nya aja kali ya yang takut sama beliau. Dan tahukah kawan, sejak saat itu aku benar-benar suka dengan mata kuliah ini. Keseriusanku mendengarkan semua penjelasan beliau rupanya berbuah manis. Sekali lagi, ini bukan untuk membanggakan diriku ya ^_^.

            Lain waktu di tugas-tugas selanjutnya, kembali tugasku menjadi satu-satunya tugas yang diterima beliau. Teman-temanku, mau tidak mau harus mengulang tugas mereka. Malah…, hm, hm, beliau merekomendasikan namaku pada teman-temanku untuk menanyakan maksud tugas yang beliau berikan. Aih, udah macam asisten dosen aja awak ni…, hehe. Dan aku pun akhirnya mendapat julukan itu dari teman-temanku ^_^. (Semoga kelak bukan hanya menjadi asisten tapi jadi dosen beneran ^_^). Oh ya, entah apa sebabnya, sejak itu pula, beliau jadi agak sering senyum pada kami. Alhmdulillah ya, paling nggak, ini bisa membuat suasana belajar kami jadi lebih enak, hehe.

            Di semester dua ini, beliau menjadi dosenku lagi. Dosen dengan mata kuliah yang berbeda. Aku senang. Sebab, aku memang suka dosen yang objektif dan pintar seperti beliau. Semoga, di semester ini, semua dosenku punya sikap objektif yang baik terhadap mahasiswanya. Hm, ya, soalnya aku agak kecewa dengan beberapa dosenku yang seakan-akan objektif tapi tidak objektif.

            But, inilah bagian dari perjalanan hidup itu. Sesekali harus menerima sesuatu yang tidak dikehendaki dan harus tetap bersyukur atas apa yang Allah takdirkan. Pengalaman tetap menjadi pelajaran yang berharga. Kelak, jika aku menjadi dosen, aku tidak akan melakukan sesuatu yang tidak kusuka dari dosen atau guruku selama ini terhadap mahasiswaku nanti. Semoga ^_^.

(Jangan bilang-bilang beliau ya, kalau aku nulis tentangnya, hehe :D)